<meta name='google-adsense-platform-account' content='ca-host-pub-1556223355139109'/> <meta name='google-adsense-platform-domain' content='blogspot.com'/> </head><body>






before the wind pt II (the conversation)
Thursday, August 13, 2015, August 13, 2015
Aku tahu.
Aku bisa melihatnya dari sudut mataku jika dia bergerak ke meja ini.

"Hai," sapanya.
Aku mendongak. menatap matanya.

Mata itu mengingatkanku pada kepulan uap kopi. Awal sebuah pagi.
Sepertinya akan bercerita banyak. Sebanyak cangkir-cangkir kopi yang ada di mejanya sekarang. Ya, setidaknya itu yang aku dapatkan setelah beberapa kali kesini dan tidak sengaja mengamati dia dan teman-temannya ketika sedang bercengkrama. Melepas lelah sepulang kantor, sepertinya. Well, kancing atas yang terbuka, lengan kemeja yang digulung hingga siku, apa lagi kalau bukan tampilan habis ngantor. oh, and messy hair. Hot messy hair.

Astaga! aku sedang tidak serius dengan omong kosong ini kan? ini.... begitu detail.

"Boleh duduk disini?" dia membuka suara lagi. 

Mau tidak mau membuatku kembali ke pikiranku. "Ini negara bebas, kau boleh duduk dimana saja kau mau," usai mengatakan itu aku memilih kembali ke bukuku, namun tidak bisa mencegah sudut mata untuk meliriknya. Dia tengah menarik kursi di depanku.

"Earl grey tea, eh?" tanyanya sambil melirik cangkirku.

"Apa?"

"Aneh."

Aku mengernyit. "Apa sih? Kenapa memangnya?"

"Tidak, hanya aneh saja. Dikedai kopi malah minum teh." ungkapnya santai.

"Ini negara bebas, aku boleh minum apa saja yang kumau."

"Yayaya.... ngomong-ngomong aku Fran. Kamu?"

"Aku tidak tertarik," jawabku singkat. Good. play it cool, girl.

"Baiklah, nona aku-tidak-tertarik. Senang berkenalan denganmu. Aku permisi sebentar.

Aku pura-pura kembali membaca. "Permisi selamanya juga tidak apa-apa."



----


Permisi selamanya juga tidak apa-apa.
Aku tertawa kecil mengingatnya. Playing hard to get, girl?

"Hai," aku kembali ke meja dengan membawa secangkir kopi. Sengaja kusapa dengan nada riang dibuat-buat karena kutahu dia mendengus begitu melihat aku kan merecokinya lagi.

"Nih," kusodorkan kopi yang kubawa tadi.

"Thanks, but no thanks. Aku engga minum kopi."

"Katakan lagi hal yang sama setelah kau mencoba kopi ini."

"Tidak."

"Kenapa tidak?"

"Kenapa harus ya?"

"Karena ini kopi. Ya ampun, hanya orang bodoh saja yang menolak kopi."

"Kau mengataiku bodoh? kurang ajar! Memangnya kau siapa? Aku bahkan tidak mengenalmu."

Bagus sekali. Sekarang drama kami menjadi tontonan gratis seisi kedai ini. Teman-temanku disudut sana juga ikut mengernyit. Aku hanya mengedikkan bahu. "Kan tadi aku bilang namaku Fran. Kau bisa memanggilku sayang jika kau mau," jawabku santai sambil menyeruput kopiku.

Dia menghela nafas pendek. "Baiklah."

Cangkir kopi tadi akhirnya berpindah ke telapak kecilnya. Aku mulai menghitung lambat dalam hati. 1........ 2....... 3....... 

Perfect!
Aku tahu dia sedikit terkejut. Dia hanya tengah sibuk menutupi keterkejutannya itu.

"Tidak buruk," katanya kemudian, dengan nada angkuhnya. 



Mau tak mau aku tersenyum menang.

Labels: