mata dibalik mac
Thursday, September 10, 2015, September 10, 2015
Aku bukan membenci hari libur, aku hanya membenci kenyataan di hari libur ini aku bahkan tak punya teman sarapan. Ya, aku pencinta sarapan yang bahkan tidak bisa memasak. Sungguh keanehan di zaman modern yang segala tinggal colok ini. Aku bahkan tidak tahu bagaimana menanak nasi dengan rice cooker. Aku pernah sih mencobanya. Sekali. Ketika itu asisten rumah tanggaku tengah mudik. Hasilnya? untung beribu untung aku tidak sampai meledakkan dapur. Ini sedikit berlebihan memang haha...
Aku juga pernah berpikir, mungkin orang yang menciptakan peribahasa "nasi telah menjadi bubur" itu setipe denganku. Niat ingin memasak nasi tapi kelewat 'bersemangat' dan kemudian menjadi bubur.
Kembali ke fakta aku sekarang akan sarapan sendiri. Kedua kalinya dalam bulan ini. Ah, kenapa pula ayah harus bolak-balik dinas ke Surabaya? ini tidak adil sungguh. Aku menatap nelangsa langit luar yang begitu cerah dari jendela, sangat kontras dengan suasana hatiku saat ini. Ini apaan masih pagi udah ambyar begini?
"Kopinya, mbak." suara itu membuyarkan lamunanku.
Eh?
"Saya bahkan belum memesan, mas."
"Saya permisi dulu. Selamat menikmati." waiter itu dengan santainya langsung pamit pergi, meninggalku yang sedikit kebingungan.
Aku menatap cangkir kopi itu. Ada secarik post-it kuning menempel disisi kirinya, berikut tulisan tangan kapital rapi;
YOU DESERVE COFFEE IN THE MORNING
WITH A YELLOW NOTE STICKED ON ITS CUP
OF BEAUTIFUL WORDS
YOU DESERVE TO BE REMINDED
"SARAPAN SENDIRI SUDAH CUKUP MENYEBALKAN,
JANGAN DITAMBAH KOPI TIDAK ENAK LAGI."
Seketika aku merasa deja vu.
Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling.
Tidak sulit untuk menemukan mata abu-abu itu, yang sekarang terlihat pura-pura sibuk dibalik macbook-nya.
-------
I like the way she moves...
Kalian masih ingat lutut gua yang hancur berkeping-keping bulan lalu? Kabarnya saat ini malah sudah menjadi serpihan angkasa. Siap kapan saja jatuh dalam gravitasinya.
One step closer and it'd take my last breath away
She knows how to kill...
Gua sedikit berjengit dengan fakta 'gua tetiba jadi pujangga picisan' gini setiap ngeliat dia. Padahal dia....
"Sudah puas ngelihat saya?"
Iya, padahal dia galak begini. Everytime she gets angry, it kinda turn me on hehehe. Dia mengernyit pas liat gua terkekeh.
"Silahkan duduk." balas gua sopan. Pas liat dia menarik kursi depan gua, mau ngga mau gua lega.
She smells good...
"Sekarang siapa yang lebih butuh kopi? Yang sibuk bekerja di hari libur bukan?" tembaknya cepat.
Harus yah merusak monolog romantis gua.
Gua langsung menyingkirkan macbook gua. "Gimana kopinya?" sengaja gua pasang senyum killer paling manis gua, siapa tahu dia luluh.
"Kopinya baik-baik saja. Ini masih utuh." jawabnya polos sambil memperlihatkan mug yang digenggamnya tadi.
Gua mendengus. Boro-boro luluh. "Kamu tahu, bukan itu maksud saya."
Dia tidak menjawabnya. membiarkan gua kebingungan dengan ekspresinya.
Sedetik
Satu setengah detik
Lalu dia tertawa. Begitu enteng dan renyah. Jenis tawa yang bikin dada gua berdesir. Begitu Indah sampai-sampai gua menolak mengakui surga itu ada diatas sana. Surga tuh disini, man.
Disini, dengan dia, juga kopi.
Seriously, she knows how to kill me slowly.
Labels: Once |
|